Di tengah krisis iklim global, kerusakan lingkungan bukan lagi hanya masalah ilmiah atau teknis, namun menjadi persoalan moral dan spiritual. Banjir, polusi, kekeringan, hingga tumpukan sampah plastik adalah isyarat bahwa alam tidak lagi dalam kondisi baik. Sayangnya, manusia justru sering menjadi penyebab utama rusaknya ekosistem ini.
Padahal dalam Islam, lingkungan hidup merupakan bagian dari ciptaan Allah yang memiliki fungsi spiritual. Islam tidak hanya mengajarkan kesalehan individual, namun juga kesalehan ekologis, yakni tanggung jawab manusia terhadap bumi dan seluruh isinya.
Lingkungan sebagai Amanah
Ketika Allah menugaskan manusia sebagai khalifah fil ardh (wakil Allah di bumi), artinya Allah memberikan amanah dan tanggung jawab untuk menjaga dan melindungi alam.
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi”. (QS. Al-Baqarah: 30)
Sebagai khalifah, manusia hanya dititipi oleh Allah untuk mengelola. Artinya, manusia tidak memiliki alam ini secara mutlak, melainkan hanya sebagai penerima amanah dari Allah untuk mengelola dan menjaganya dengan penuh tanggung jawab. Manusia dilarang bertindak semena-mena terhadap bumi dan seisinya. Setiap tindakan merusak, baik melalui pembakaran hutan, pencemaran air, hingga eksploitasi sumber daya secara berlebihan adalah bentuk penghianatan terhadap amanah yang telah Allah percayakan kepada manusia.
Allah SWT dengan tegas mengingatkan dalam firman-Nya:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya.”
(QS. Al-A’raf: 56)
Ayat ini menjadi dasar penting dalam membangun kesadaran ekologi dalam Islam. Bahwa setelah Allah menciptakan bumi ini dengan sebaik-baiknya, manusia tidak boleh merusaknya demi kepentingan sesaat.
Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memahami dan mengamalkan etika-etika lingkungan sebagaimana diajarkan dalam Al-Qur’an. Berikut adalah beberapa prinsip etika lingkungan dalam ajaran Islam:
Keadilan Ekologis (ʿAdl)
Islam mengajarkan keadilan dalam semua aspek, termasuk dalam pengelolaan lingkungan. Sumber daya alam harus didistribusikan secara adil, dan tidak boleh ada kelompok yang dirugikan akibat kerusakan lingkungan. Konsep ini juga mencakup tanggung jawab generasi saat ini untuk menjaga lingkungan bagi generasi mendatang.
Tidak Bersikap Berlebihan (Konsumtif)
Islam melarang sikap berlebihan (israf) dan pemborosan (tabdzir). Konsumsi berlebihan, penggunaan plastik sekali pakai, serta gaya hidup konsumtif adalah bentuk ketidakpedulian terhadap lingkungan.
“Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-An’am: 141)
Kasih Sayang dan Peduli terhadap Alam
Setiap makhluk hidup memiliki hak untuk hidup dan dilestarikan. Islam mendorong manusia menyayangi tumbuhan, hewan, bahkan makhluk yang dianggap kecil dan tak bernilai. Karena semua makhluk adalah ciptaan Allah yang layak dihormati dan tidak disakiti.
Dan kerusakan lingkungan pada dasarnya tidak hanya berdampak pada alam, namun juga pada manusia. Terutama kelompok rentan seperti masyarakat miskin, perempuan, anak-anak, dan komunitas adat. Oleh karena itu, menjaga lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab sosial.
Sebagaimana dalam fikih sosial Islam, konsep maslahah (kemaslahatan umum) menuntut agar setiap tindakan mempertimbangkan dampaknya bagi masyarakat. Membuang limbah sembarangan, merusak sumber air, atau membakar hutan adalah bentuk kezaliman ekologis sekaligus sosial.
Kesalehan Ekologis sebagai Ibadah
Kesalehan dalam Islam tidak berhenti pada salat dan puasa. Ia juga diwujudkan dalam perilaku sehari-hari yang ramah lingkungan. Menjaga alam adalah wujud nyata dari rasa syukur atas ciptaan Tuhan dan bentuk kecintaan kepada makhluk-Nya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidaklah seorang Muslim menanam pohon atau menabur benih, lalu dimakan oleh burung, manusia, atau binatang, melainkan itu menjadi sedekah baginya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Ini bukti bahwa Islam sangat menjunjung tinggi nilai ekologis dan memandangnya sebagai amal jariyah yang terus mengalir pahalanya. Maka, saatnya kita kembali pada etika Islam yang mengajarkan keseimbangan, kesederhanaan, dan kasih sayang terhadap bumi, sebagai wujud iman, amanah, dan tanggung jawab sosial kita kepada Tuhan, sesama manusia, dan generasi mendatang.
Laily Nur Zakiya, S.Ag, M.Pd, Ustadzah di Cariustadz
Tertarik mengundang ustadzah Laily Nur Zakiya, S.Ag, M.Pd? Silakan klik disini